about Sosial Media News | Tagline Blog Anda di Sini

Selasa, 18 Juli 2017

Partai Syariah 212 BUKAN dari GNPF MUI


Pengacara Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI menegaskan bahwa Partai Syariah 212 yang dideklarasikan sejumlah orang di Gedung Joang, Menteng, Jakarta, Senin (17/7/2017), tidak mendapat restu dan bukan bagian dari tujuan mereka.

Karenanya, Pengacara GNPF MUI Kapitra Ampera menyayangkan deklarasi partai tersebut yang mencatut angka ”212”. Ia juga menyayangkan para deklarator mengklaim sebagai ”alumni aksi 212”.

”Partai itu bukan dari barisan kami. Kami sebelumnya sama sekali tak pernah tau ada pertemuan untuk deklarasi itu. Deklarator partai itu juga bukan pengurus GNPF MUI. Tak ada satu pun pengurus GNPF yang menjadi panitia deklarasinya,” tegas Kapitra Ampera seperti dilansir Suara.com, Senin (17/7/2017).

Ia mengatakan, ”212” kekinian menjadi semacam merek yang laku di pasaran. Karenanya, banyak pihak yang mencatut nama tersebut untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri.

Kapitra mengakui, nama ”212” yang merujuk salah satu serial aksi Bela Islam seringkali dipakai oleh pihak-pihak lain untuk kepentingan ekonomis maupun politis.

GNPF, kata dia, tak bisa membendung orang-orang yang mengklaim sebagai ”alumni aksi 212” dan menggunakan nama itu bukan untuk kepentingan umat.

”Karenanya, kami sangat menyayangkan banyak yang menggunakan nama ’212’ untuk kepentingannya sendiri. Sebab, hal itu justru mendistorsi (merusak) nama baik GNPF sebagai inisiator aksi 212 dan mendistori platform aksi itu sendiri,” tuturnya.

”Setelah kami pelajari, baru akan ditentukan apa langkah selanjutnya. Tapi yang pasti, penggunaan ’212’ untuk kepentingan politik justru bisa mendistorsi tujuan baik aksi 212. Apalagi kami tidak mengetahui perihal deklarasi partai itu,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan di berbagai media nasional, sekelompok politikus yang mengatasnamakan alumni aksi 212 mendeklarasikan pendirian Partai Syariah 212 dimana Ketua penggagas partai tersebut adalah seorang perempuan bernama Siti Asma Ratu Agung.


Banyak dari para Alumni 212 sendiri tidak menyetujui adanya deklarasi Partai Syariah 212 tersebut. Seperti yang bisa dibaca di lini masa dan sosial media seperti facebook dan twitter.

Semoga dengan penegasan yang disampaikan oleh GNPF MUI melalui pengacaranya, Kapitra Ampera, tidak membuat barisan umat Islam terbecah belah.

Romeltea Media
Sosial Media News Updated at:

Sabtu, 15 Juli 2017

Menghilangkan Bau Kaki

Menghilangkan Bau Kaki

oleh : dr. Dewi Inong Irana, SpKK, FINSDV
(Sumber : Majalah Ummi No. 07/XXIX/Juli 2017)

Bau pada kaki biasanya disebabkan oleh bakteri yang ada di kuku kaki. Kaki juga memiliki kelenjar keringat yang pada beberapa orang mengandung bakteri yang menyebabkan bau tak sedap. Cantengan yang pernah dialami juga sangat mungkin menjadi penyebab bau kaki tak sedap. Mungkin setelah diobati masih ada sisa koloni bakteri pada daerah cantengan, sehingga menimbulkan bau. Apalagi jika dalam keadaan lembab, bakteri akan semakin berkemang biak dan bau tak sedap akan semakin tajam. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menghilangkan bau tak sedap adalah:

1. Pakai sepatu yang terbuka atau sepatu sandal. Jika pekerjaan menuntut pakai sepatu tertutup pakailah sepatu berbahan kain seperti sepatu sneaker. Hindari sepatu dari kulit asli, karena kulit asli biasanya kedap dari udara sekitar atau lebih baik pilih yang kulit imitasi. Tapi tetap lebih baik yang sepatu bahan kain.

2. Pakai kaos kaki antibakteri yang sekarang sudah banyak dijual. Jika kaos kaki basah atau lembab, segera ganti dengan kaos kaki yang kering.

3. Keringkan kaki setelah berwudhu atau mandi, sebelum memakai kaos kaki dan sepatu. Jika ada, gunakan hairdryer kecil hingga kaki benar-benar kering atau bisa juga dikeringkan dengan handuk, kemudian diangin-anginkan.

4. Biarkan kaki dalam keadaan telanjang jika ada kesempatan untuk itu. Misalnya saat bekerja di kantor dan tidak ada agenda resmi yang mengharuskan berpakaian normal. Gunakan sandal jepit, tanpa kaos kaki. Sebab, bakteri tidak akan berkembang biak jika ia mendapatkan aliran udara.

5. Untuk mencegah bau datang lagi, gunakan deodoran antibau kaki, yang bisa diperoleh di apotek-apotek besar di jakarta. Menghilangkan bau juga bisa dengan tawas yang direndam di dalam air, kemudian airnya diusapkan ke kaki. Jangan lupa mengeringkan kaki setelahnya. Menghilangkan bau bisa juga dengan bedak yang mengandung asam salisilat.

6. Jika usaha-usaha tersebut belum mampu menghilangkan bau kaki konsultasikan ke dokter.

Semoga info ini bermanfaat..

Romeltea Media
Sosial Media News Updated at:

Kamis, 23 Februari 2017

Adnin Armas, Filsuf Pendidik Kalangan Muda


Nama Adnin Armas menjadi bahan pembicaraan beberapa hari terakhir. Sebagai ketua Yayasan Keadilan untuk Semua, ia sudah dua kali dipanggil Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) sebagai saksi dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yakni pada Jum’at (10/2) dan Rabu (15/2) lalu.

Menurut polisi, terdapat indikasi pelanggaran ketika Adnin mengizinkan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) memakai rekening yayasannya, untuk menampung dana umat yang hendak menyumbang bagi penyelenggaraan Aksi Bela Islam 411 dan 212. Sampai tulisan ini dibuat, polisi tidak bisa membuktikan pelanggaran itu, apalagi soal keterlibatan Adnin di dalamnya.

Yayasan Keadilan untuk Semua didirikan Adnin untuk berkhidmat di tiga bidang, yakni bidang keagaamaan, pendidikan, dan kemanusiaan. Jauh sebelum terbentuk GNPF-MUI dan terselenggaranya Aksi Bela Islam, ia dan yayasannya banyak memberi bantuan untuk pengungsi Rohingya, korban gempa Pidie, dan korban serangan di Tolikara. Pria yang akrab disapa Ustadz Adnin ini bahkan menyuarakan pembelaan terhadap nasib pegungsi Rohingya ketika menjadi pembicara di Universitas Oxford, Inggris, tahun 2015 lalu.

Siapa sebenarnya Adnin Armas? Untuk mengenalnya lebih jauh, kita bisa memulai dari sebuah novel laris, Negeri 5 Menara, yang ditulis Ahmad Fuadi. Dalam novel itu, Fuadi menuliskan kenangan masa kecilnya (yang berarti, terinspirasi dari kisah nyata) di Pondok Modern Gontor. Di sana, ia bersahabat dengan beberapa santri yang datang dari penjuru Indonesia. Salah satu sahabatnya bernama Raja, anak Medan yang kutu buku dan selalu menjinjing kamus kemana-mana. Di kehidupan nyata, ialah Adnin Armas.

Budaya Ilmu

Adnin berdarah Aceh, namun lahir di Medan tahun 1972. Pendidikan di Gontor yang menanamkan akhlak dan adab membuatnya amat menjunjung tinggi budaya ilmu. Setelah selesai menempuh pendidikan di Gontor, ia melanjutkan kuliah strata 1 dalam bidang filsafat di International Islamic University of Malaysia, Kuala Lumpur. Kepada penulis, beberapa waktu lalu, ia menceritakan kebiasaannya ketika itu. “Saya menulis makalah filsafat, mulai dari Imam Al-Ghazali sampai Edmund Husserl, dengan berupaya merujuk langsung ke sumber utamanya,” ujarnya. Saat di luar kelas, sambungnya, ia bergaul dengan mahasiswa di jenjang yang lebih tinggi, bahkan dengan dosen-dosen.

Usai meraih gelar sarjana, Adnin melanjutkan pendidikan strata 2 di Institute of Islamic Thought and Civilizations (ISTAC), sebuah kampus dengan bangunan dan perpustakaan megah yang didirikan dan dipimpin langsung oleh filsuf muslim terbesar hari ini, Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Ia juga menikahi Irma Draviyanti, yang dikenalnya di kampus IIUM. Irma adalah mahasiswi di jurusan ilmu ekonomi. Mereka menikah di Cipanas, 15 Februari 1997. Cipanas adalah kampung nenek Irma. Dengan dukungan istrinya, ia menyelesaikan S2 dengan judul tesis “Fakhruddin ar-Razi on Time”, sebuah ulasan filsafat waktu dari seorang ulama filsuf-kalam.

Selama berkuliah, Adnin harus memenuhi tuntutan akademis sekaligus rumah tangga. Untuk urusan akademis, ia harus menguasai bahasa asing selain Arab dan Inggris, seperti Yunani kuno dan Latin. Hal ini karena bagi Naquib Al-Attas, mempelajari pemikiran Barat dan Islam secara sungguh-sungguh akan jauh lebih baik bila menguasai langsung karya-karya utama pemikir mereka, yang ditulis dengan bahasa aslinya. Selain itu, pendidikan di ISTAC juga mengharuskan Adnin -dan mahasiswa lain- mempelajari mata kuliah seperti the worldview of Islam, logika formal, sampai posmodernisme. Naquib Al-Attas mendatangkan profesor-profesor berbagai bidang untuk mengajar mata kuliah itu, kecuali the worldview of Islam yang diampu langsung oleh Naquib Al-Attas.
Dalam sebuah diskusi santai dengan penulis, Adnin menunjukkan lembar nilai mata kuliahnya, dan hampir semua bernilai “A”.

Untuk menunjang kebutuhan rumah tangga, Adnin dan istrinya berdagang martabak sampai baju koko. Kepada penulis, Irma bercerita bahwa ia membuat martabak mini di rumah lalu dibawa suaminya untuk dititipkan ke kantin kampus. Setiap Jum’at, keduanya mendatangi masjid-masjid di Kuala Lumpur untuk menawarkan baju koko kepada jama’ah. Selain itu, baju koko juga dijual di pasar yang becek. Baju koko tersebut bermerek “Armas”, yang diperoleh Adnin dari keluarganya di Medan. Sampai saat ini, usaha tersebut masih berjalan, bahkan mereka bisa mengekspor baju koko itu ke Malaysia.
Kegiatan berdagang itu tidak membuat Adnin kehabisan waktu untuk belajar. Menurut Irma, suaminya selalu membawa buku untuk dibaca di mana pun, termasuk di pasar saat keduanya berdagang. Hasil bacaan tersebut kerap diolah menjadi karya tulis yang masuk ke jurnal dan media lain.

Hal ini pula yang membuatnya terbiasa berdiskusi tentang pemikiran Islam, isu-isu umat terkini, atau buku tertentu dengan rekan-rekannya, terutama sesama mahasiswa Indonesia yang juga berkuliah di ISTAC seperti Hamid Fahmi Zarkasyi, Syamsuddin Arif, Adian Husaini, Nirwan Syafrin, dan Ugi Suharto. Dari sana tercetuslah pendirian Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), sebuah lembaga yang mewarnai wacana keislaman di Indonesia sampai sekarang.
Selain dengan teman kuliahnya, Adnin juga terlibat dalam diskusi surat elektronik (yang dulu disebut milis) dengan pihak lain, termasuk kalangan muslim liberal. Hasil diskusi yang terekam sudah diterbitkannya menjadi sebuah buku berjudul Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal. Di buku itu, ia terlibat polemik dengan Denny JA, Luthfie Assyaukanie, Ulil Abshar Abdalla, Rumadi dkk. tentang tema-tema penting seperti otentisitas Al-Qur’an dan sekularisasi.

Buku lain yang diterbitkan Adnin adalah Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an. Jika buku yang disebut pertama adalah rekaman polemik, buku Metodologi Bibel ini adalah buku utuh hasil penelitian mandirinya. Buku-buku teolog Kristen dan orientalis dibacanya untuk menunjukkan bahwa penerapan tradisi biblikal dalam mengkaji Al-Qur’an, seperti pendekatan hermeneutika yang menisbikan makna wahyu, adalah keliru. Syamsuddin Arif -kini direktur INSISTS menggantikan Adnin- saat menjabat sebagai dosen di IIUM, pernah menyebut bahwa buku Adnin itu menjadi bacaan wajib di jurusan studi Islam sebuah universitas di Malaysia.

Membina Yang Muda

Saat pulang ke Indonesia, Adnin mengamalkan ilmunya dengan berbagai peran di INSISTS (sebagai peneliti, direktur eksekutif, dan kini peneliti senior), Majalah GONTOR (sebagai pemimpin redaksi), Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), dan lain-lain. Di INSISTS, ia menerbitkan jurnal pemikiran Islam “ISLAMIA”, sebuah jurnal yang mengkaji kaitan warisan pemikiran dan peradaban Islam dengan persoalan kontemporer.

Di sini pula terselenggara kelas-kelas terbatas yang mengajarkan pemikiran Islam. Pada 2007, ia mengampu workshop “Islamic Worldview” dengan peserta penggiat dakwah di Jakarta, Depok, dan wilayah lain. Bersama rekan-rekannya, ia menyelenggarakan workshop sejenis di kampus, pesantren, dan lembaga lain di Indonesia. Memasuki tahun 2013, ia mengadakan Kuliah Filsafat Syed Muhammad Naquib Al-Attas, yang biasa disingkat KFA, dan Kuliah Filsafat Alam Fakhruddin Ar-Razi. KFA berlangsung sampai 3 angkatan dan Kuliah Filsafat Alam sampai 2 angkatan. Peserta yang hadir rata-rata lebih muda darinya.
Meski murid-muridnya lebih muda, Adnin tidak sungkan bercengkerama dengan mereka, dalam obrolan di kesempatan apa saja. Isi obrolan itu adalah hal-hal “berat” seperti filsafat dan pemikiran Islam, namun mengalir dalam suasana santai. Ia juga tidak pernah menolak jika ada muridnya yang meminta pendapat, arahan dalam menulis, bahkan meminjam buku-bukunya. Rumahnya selalu sedia menyambut tamu yang ingin belajar dan berdiskusi. Kegiatan tersebut seringkali baru terhenti saat Adnin atau muridnya sadar bahwa malam sudah larut, bahkan nyaris pagi.

Generasi yang lebih muda lagi, yakni yang masih menempuh pendidikan dasar dan menengah, tidak lepas dari perhatian Adnin. Bersama Majalah Gontor, ia sejak tahun 2011 menyelenggarakan Olimpiade Studi Islam dan Matematika Fakhruddin ar-Razi Competition. Acara tahunan itu melibatkan anak-anak muslim dari sekolah se-Indonesia. Untuk menjaga mutu, ia senantiasa memantaunya sampai usai, bahkan ia sendiri yang membuat soal-soal olimpiade itu dengan merujuk pada buku-buku standar olimpiade matematika mancanegara.
Dalam sebuah video di kanal Youtuberesmi olimpiade itu, Adnin menyampaikan tujuannya, yakni “…menghasilkan generasi muslim intelektual, yang memahami ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah sebagaimana para ulama terdahulu, demi kejayaan kembali peradaban Islam.”

Kini polisi menyeret Adnin dalam kasus dugaan TPPU. Meski masih berstatus sebagai saksi, ia dan yayasan kecilnya amat yakin bahwa tidak ada pelaku pidana yang memasukkan uang haram ke rekening itu, sebagaimana tertera dalam pasal TPPU. Setelah kasus ini berlalu, ia akan melanjutkan kegiatan dakwahnya, termasuk menyemai budaya ilmu bagi sebanyak mungkin anak muda di negeri ini. |

Penulis: Ismail Alam, 16-2-2017

Catatan: Saudara Adnin Armas baru saja resmi dijadikan tersangka

https://m.detik.com/…/kapolri-sebut-ketua-yayasan-keadilan-…

Romeltea Media
Sosial Media News Updated at:

Dana Umat GNPF MUI Diusut, Bagaimana Dengan Rekening Gendut Polisi?





Saat ini umat Islam dihebohkan dengan pengusutan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh GNPF MUI. Hingga akhirnya kemarin, Kapolri Tito Karnavian menetapkan Ketua Yayasan Keadilan Untuk Semua, Ustadz Adnin Armas sebagai tersangka. Aneh tapi nyata. Di negara yang mayoritas Islam, Umat Islam selalu saja dicari-cari kesalahannya. Padahal kalo kita melihat realita yang terjadi saat aksi 212 Jilid 1 Desember kemarin, semua berjalan aman dan tertib. Lalu dengan mudahnya kepolisian mencari-cari kesalahan ulama-ulama kita. Mulai dari Habib Rizieq Syihab, Ust. Munarman, Ust. Bachtiar Nasir dan yang terakhir kemarin Ustadz Adnin Armas yang juga ditetapkan sebagai tersangka. Jika memang demikian, sudah jelas sekali ada kriminalisasi ulama dalam proses yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Apakah lembaga kepolisian masih bisa kita percaya? Rasanya umat Islam makin tidak percaya atas ketidakadilan ini.

Bagaimana tanggapan Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin melihat fenomena tersebut. Dari laman Hidayatullah.com, saya kutip pernyataan beliau di bawah ini.

_________________________________________________________ 

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr Din Syamsudin mengaku terusik hatinya ketika ada aktivis muslim yang dikriminalisasi dengan tuduhan yang tidak berdasar.
 
Hal itu, terkait kasus yang menimpa Adnin Armas, Ketua Yayasan Keadilan Untuk Semua, yang kabarnya dijadikan tersangka oleh kepolisian atas kasus dana infaq umat Islam kepada Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang dihimpun menggunakan rekening yayasan yang diketuainya.

Din menilai, Polri sudah melampaui batas. Ia pun menantang kepolisian untuk tidak pilih kasih dalam membongkar kasus serupa.
“Kalau mau dibongkar semuanya. Kita bisa kasih kasusnya, seperti uang Teman Ahok, atau rekening gendut Polri. Atau apa, kalau mau ayo bongkar semuanya,” ucap Din kepada hidayatullah.com, di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (23/02/2017).


Ia mengungkapkan, pilihannya hanya dua, bongkar semua kasus serupa tanpa pilih kasih. Atau hentikan kasus tersebut.

“Saya berharap itu tidak dilanjutkan oleh Polri. Agar tidak menambah sesak dada umat Islam dengan ketidakadilan,” ujarnya.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini mewanti-wanti, bahwa jika aparat berlebihan menegakkan hukum, apalagi sampai tidak adil. Semua itu akan kembali ke dirinya sendiri.
“Saya berharap Polri jernih melihat ini,” tandas Din.

sumber : hidayatullah.com

Romeltea Media
Sosial Media News Updated at:

Rabu, 22 Februari 2017

Ahokers, Sholat Jumat Kok Di Rumah, Paham Agama Ngga Sih??


"Blunder lagi dari Ahoker. Mereka sejatinya tidak tau tentang agama atau memang pura-pura tidak tahu? Aneh banget sih...bagaimana pendapat Anda?"

Dek Kriswati yang baik, benci boleh aja dek. Beda pilihan politik pun boleh-boleh aja kok. Tapi mbok ya jangan SOK TAHU mengenai ajaran agama orang lain.
Yang namanya shalat Jumat, emang wajib di masjid, dek. Mana ada shalat jumat di rumah. Ketahuan banget deh, begonya dirimu. (Lagipula dari fotonya, kayaknya ini bukan shalat jumat deh. Darimana dek kriswati menyimpulkan ini shalat jumat???)
(Oh ya dek, Islam juga mengajarkan bahwa SETIAP PRIA MUSLIM disunnahkah untuk shalat berjamaah di masjid, khususnya shalat lima waktu. Paham gak maksudnya? Kalo gak paham, ya sudah, mending diam saja daripada ketahuan begonya).
Kamu juga bilang, "Ahok gak pernah kayak gitu."
Ya tentu saja. Ahok kan orang kafir. Mana mungkin dia shalat jumat.

Sudah minum aqua dek???
NB: Memang belakangan ini, banyak banget orang kafir yang sok tahu dan mengomentari ajaran Islam berdasarkan sudut pandang mereka sendiri. Sebenarnya ini bagian dari PENISTAAN AGAMA).

Romeltea Media
Sosial Media News Updated at:

Pemuda Muhammadiyah Tersinggung Dengan Pengacara Ahok


"Lagi-lagi Ahok dan Pengacaranya membuat blunder. PP Muhammadiyah tersinggung saat sidang ke-12 Ahok sebagai terdakwa Penistaan Agama."


Berikut Pers Rilis Pemuda Muhammadiyah Terkait Kehadiran Prof. Dr. Yunahar Ilyas di Sidang Ke-12 Ahok yang ditolak Pengacara Ahok

Ahok dan penasehat hukumnya menolak dan menyatakan keberatan atas kehadiran Prof.Dr.Yunahar Ilyas, Lc, MA sebagai ahli agama yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang ke-12 siang tadi, Selasa 21 Februari 2017. Sebagai kader Muhammadiyah kami merasa tersinggung dengan cara mereka.


Mereka beralasan karena Buya Yunahar adalah Wakil Ketua Umum MUI Pusat, dimana MUI adalah pihak terkait yang mengeluarkan Pendapat Keagamaan atau fatwa soal ucapan Ahok yang dianggap menghina Al Qur'an dan Ulama.



Padahal Buya dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai ahli mewakili Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang sudah diBAP oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri. Beliau ditugaskan resmi oleh PP Muhammadiyah karena sesuai keahliannya. Beliau adalah Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tarjih dan Tabligh yang urusannya kajian-kajian keislaman, fatwa dll. Prof. Yunahar juga guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di bidang tafsir. Beliau sudah menerbitkan banyak buku dan jurnal keislaman yang jadi rujukan di kampus dan masyarakat umum.



Jadi dari sisi bidang ilmu yang dimiliki dan jabatannya Prof. Yunahar sangat layak dan kompeten sebagai ahli agama.



Alasan mereka bahwa pengurus MUI tidak bisa independen memberikan keterangan ahli juga tidak masuk akal. MUI dan juga Muhammadiyah jelas-jelas ormas Islam yang di dalamnya berhimpun para ulama yang ahli di bidang agama dengan berbagai cabang ilmunya. Kemana lagi penyidik dan Jaksa mencari saksi ahli agama kalau bukan ke ormas Islam atau Perguruan Tinggi Islam?


Namun kami sangat senang dan apresiasi terhadap pembelaan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa Prof. Yunahar sangat tepat dihadirkan sebagai ahli agama. Sehingga akhirnya majelis hakim menetapkan bahwa sidang dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli Prof. Yunahar.



Sepanjang persidangan kami menyaksikan langsung di ruang sidang bahwa Prof.Yunahar sangat jelas dan mendalam keterangannya.



Dengan jelas beliau menyebut bahwa pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu itu mengandung unsur penistaan terhadap Ulama dan Al Qur'an. Kata "dibohongi" yang digunakam Ahok jelas sangat tidak tepat. Ahok berarti menyebut para ulama dan siapa saja Ummat Islam yang menyampaikan Surat Al Maidah 51 berbohong dan Al Maidah 51 alat kebohongan. Sekalipun tafsir kata "auliya" dalam ayat itu bisa berarti "teman setia, penolong dll". Tapi menyebut orang yang mengartikannya sebagai "pemimpin" berbohong itu jelas suatu penghinaan.



Kami menduga manuver yang dilakukan pihak Ahok bagian dari upaya menutupi kelemahan mereka untuk menanggapi keterangan yang dipaparkan secara sangat mendalam oleh ahli terkait ilmu tafsir dan tafsir al-Ma'idah 51 yang jadi kasus Ahok.



Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta sidang sebelumnya, dimana pihak terdakwa selalu melontarkan pertanyaan diluar substansi permasalahan.



Sekali lagi kami sampaikan bahwa sebagai kader Muhammadiyah kami tersinggung dan sangat menyayangkan cara-cara yang dipakai pihak Ahok dalam persidangan yang terhormat itu. Mereka semestinya menjunjung tinggi etika dan menghormati para ulama. Jika mereka keberatan dengan materi kesaksian semestinya materi itu yang dibantah. Penasehat hukum Ahok kami lihat sudah kehilangan akal untuk melakukan pembelaan, sehingga mereka mencari-cari celah untuk bermanuver.



Terima kasih.
Semoga rekan-rekan media berkenan memberitakannya.



Ttd



Pedri Kasman 081374250309
Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah



Mashuri Masyhuda 081381111979
Komandan Kokam PP Pemuda Muhammadiyah



Ihsan Marsha 085319984531
Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah



Penasehat hukum:
Agung Rachmat Hidayat, SH 08128086163

Romeltea Media
Sosial Media News Updated at:

AHOK Salahkan Hujan Berarti Salahkan Pencipta Hujan Donk??




Awalnya sih nantangin ujan, dan mengaku gak akan banjir, setelah di turunkan ujan kok nyalahin ujan yaa... bahkan pengikutnya pun pernah sesumbar ga ada banjir..
Kok bisa-bisanya nyalahin hujannya. Berarti kalo nyalahin hujannya, secara tidak langsung nyalahin yang menciptakan hujan donk? Astaghfirullah.......

Kita doakan semoga Banjir Jakarta segera surut...aamiin...

JAKARTA --Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyalahkan hujan yang tak berhenti sejak Senin malam, 20 Februari 2017, sebagai penyebab banjir terjadi di banyak wilayah Jakarta pagi ini.
Ditambah lagi, kata Ahok, sapaan akrab Basuki, proyek normalisasi sungai, yang merupakan program utama pemerintah untuk menanggulangi banjir di Jakarta, pada tahun keempat pelaksanaannya saat ini, baru tuntas 40 persen.

Kondisi tersebut membuat aliran-aliran sungai di Jakarta belum mampu sepenuhnya menampung limpahan air, terutama jika volumenya terlalu besar akibat hujan yang berlangsung terlalu lama seperti hujan yang hingga Selasa pagi ini, 21 Februari 2017, pukul 09.20 WIB, masih berlangsung.
"Saya bilang kalau hujannya berhenti, enggak sampai sehari pasti beres (banjir tidak terjadi di banyak titik). Cuma kalau dia enggak berhenti terus, ya kayak kamu punya gelas diisi air terus gimana? Pasti meluber," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Selasa, 21 Februari 2017.

Ahok kembali menekankan normalisasi sebagai hal yang harus dilakukan untuk membuat banjir yang telah menjadi bencana tahunan di Jakarta tak terus terjadi. Normalisasi, selain dilakukan pada sungai, juga pada waduk.
Sementara, kendala terbesar pelaksanaan normalisasi adalah sulitnya pembebasan lahan di wilayah bantaran waduk dan sungai. Ahok meminta pihak-pihak yang selama ini menentang pembebasan lahan yang dilakukan dengan cara penertiban hunian liar atau pembongkaran bangunan-bangunan disertai ganti rugi tidak lagi melakukan penolakan mereka. Pengorbanan mereka, diperlukan supaya proyek normalisasi tuntas sehingga Jakarta pada akhirnya tak lagi sering dilanda banjir.

"Waduk-waduk mesti dibesarin lagi. (Tapi) Kan (pinggiran) waduk-waduk udah diduduki orang. Kan (karena) kering, diduduki orang, nah mau enggak mau kamu mesti balikin. Harus kita bongkar, enggak ada cara lain," ujar Ahok. * [VIVAnews

Romeltea Media
Sosial Media News Updated at:

 
back to top